libasindonesia.com – Morowali. Petani di Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara (Morut), Sulawesi Tengah (Sulteng), sebagai pemilik lahan melakukan reklaiming atas lahannya masing-masing sebagai bentuk perlawanan atas korporasi perkebunan sawit PT. Agro Nusa Abadi (PT ANA).
Gerakan para petani tersebut mendapat dukungan penuh dari Aktivis Agraria, Noval A. Saputra, yang sangat intens mendampingi Petani Morut.
Kami mendukung penuh gerakan petani di Kecamatan Petasia Timur Kabupaten Morowali Utara sebagai pemilik lahan melakukan reklaiming pada lahannya masing-masing,” kata Noval melalui keterangan resmi yang diterima media ini, Senin (16/10/2023).
“Tentunya petani yang kami maksud adalah mereka yang merintis dan membuka lahan tersebut secara manual menggunakan alat perkakas, dari berbentuk hutan menjadi kebun garapan, dipertegas dengan surat-surat penguasaan dari pemerintah kecamatan dan desa.
Ia bersama para petani mengingatkan kepada pihak Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mulai dari kementerian, kantor BPN wilayah Sulawesi Tengah hingga Kantor BPN Kabupaten Morowali Utara, untuk tidak memproses penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) PT. Agro Nusa Abadi (PT ANA). Karena menurutnya, tidak ada dasar hukum untuk menerbitkan keputusan pejabat tata usaha negara tersebut, baik dalam bentuk surat keputusan (SK) maupun sertifikat HGU di atas tanah petani,” ungkap mantan kordinator Konsorsium Pembaruan Agraria Sulawesi Tengah tersebut.
Gerakan Reforma Agraria yang dijalankan petani khususnya Serikat Petani Petasia Timur untuk memprakarsai gerakan perlawanan yang sistematis serta menjadi contoh perlawanan untuk petani lain.
Sementara itu, Ambo Endre salah satu Badan Pimpinan Serikat Petani Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, mengatakan, ia sebagai petani yang pernah melaporkan dugaan pendudukan yang tidak sah oleh PT. ANA di atas lahan para petani di Petasia Timur, berharap penyidik Polda Sulteng mengedepankan objektifitas dalam menangani konflik agraria antara PT. ANA dan petani.
“Saya juga minta Polda Sulteng menyelidiki laporan polisi yang saya laporkan pada 22 November 2021 silam, namun pada akhirnya laporan kami diberhentikan,” ujarnya.
Untuk diketahui, PT. ANA lebih kurang 17 tahun secara legal formal tidak mengantongi HGU. Hal itu diperkuat dengan fakta persidangan serta penyataan pihak Kanwil ATR/BPN Sulawesi Tengah, maupun Kantor Pertanahan Morowali Utara di setiap kesempatan pertemuan.
Sebelumnya, pada Jumat, 8 September 2023, Serikat Petani Petasia Timur mendatangi kantor Gubernur Sulawesi Tengah, didampingi aktivis agraria Eva Bande dan Noval A. Saputra. Mereka diterima oleh Tenaga Ahli Gubernur Sulawesi Tengah.
Pertemuan tersebut sebagai bentuk reaksi dari Serikat Petani Petasia Timur atas terselenggaranya rapat pleno yang dihadiri perwakilan Pemerintah Kabupaten Morowali Utara, perwakilan PT. ANA, kepala Desa Bunta dan Bungintimbe, serta camat yang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah pada Rabu (6/9/2023).
“Kami mengkritisi pertemuan tersebut karena tidak partisipatif serta Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah tidak melibatkan petani, secara khusus Serikat Petani Petasia Timur serta FRAS ST,” kata Noval.
Dinamika konflik agraria struktural antara petani dan PT. ANA makin memperlihatkan eskalasinya. Seperti terbitnya rekomendasi pertama Gubernur Sulawesi Tengah tertanggal 23 November 2021. Terbitnya rekomendasi tersebut karena hasil desakan petani secara khusus yang tergabung dalam Serikat Petani Petasia Timur yang tanahnya dirampas oleh PT. ANA.
“Seyogyanya kami mendesak negara melalui pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk mencari resolusi konflik agraria struktural yang berkepanjangan di Kabupaten Morowali Utara, khususnya antara petani dengan PT. Agro Nusa Abadi, sehingga keterlibatan negara tersebut dapat mengarah pada keadilan agraria,” tegas Noval.