Rencana Penertiban Di PT ANA Dinilai Memperburuk Situasi, Para Petani Minta Penyelesaian Konflik Agraria

MORUT- Konflik agraria struktural yang melibatkan PT Agro Nusa Abadi (ANA) Morowali Utara dengan masyarakat lingkar sawit seakan tak pernah habisnya. Para petani pun sampai saat ini terus berjuang untuk mendapatkan hak atas tanahnya.

Di lain sisi, terdengar pihak perusahaan akan melakukan penertiban, hal itu diketahui ketika adanya pertemuan ditingkat Pemerintah Provinsi, namun tidak melibatkan masyarakat lingkar sawit.Informasi yang di dapatkan, penertiban dilakukan karna maraknya klaimer lahan di areal PT ANA.

Namun rencana penertiban tersebut menjadi tanda tanya besar bagi para petani, salah satunya H. Awaludin. Dirinya mengungkapkan bahwa sebelum PT ANA hadir, mereka terlebih dahulu ada melakukan aktifitas.

Kalau pun penertiban dilakukan, siapa yang mau ditertibkan ?Padahal kata H. Awaludin, mereka mempunyai alas hak, bahkan bukti membayar pajak mereka penuhi sebagai kewajiban setiap warna negara.

” Penertibannya seperti apa, kalau kami yang punya alas hak kuat seharusnya bukan ditertibkan, tapi dilepaskan,” ucap H.Awal.(14/2/25).

Salah satu Badan Pimpinan Serikat Petani Petasia Timur (SPPT) Samsul mengatakan hal yang sama, kalau pun ada penertiban, harus jelas penertibannya dalam bentuk apa ?

Jangan sampai hanya memperkeruh situasi di lapangan tanpa ada penyelesaian konflik agararianya.

” Seharusnya yang menjadi pokok masalahnya adalah penyelesaian konfliknya yang sudah bertahun-tahun,.” katanya.

Selanjutnya Jaringan Petani BERANI Morowali Utara Aristan menjelaskan bahwa, PT ANA sejak awal hadir melakukan operasi tidak mengantongi HGU, padahal ini menyangkut aturan yang harus ditaati oleh perusahaan perkebunan sawit.

” Jangan hanya para petani yang ditertibkan, tapi perusahaan juga harus ditertibkan karna selama beraktivitas tanpa HGU,” tegasnya.

Seperti diketahui, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan sebanyak 537 badan usaha perkebunan sawit beroperasi tanpa memiliki sertifikat hak guna usaha (HGU). Kondisi ini mengakibatkan negara mengalami kerugian dari sisi penerimaan pajak.